Perkuad-media id, BATAM – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia butuh dana sebesar US$ 247,3 miliar atau Rp 3.561 triliun (kurs 14.416,7/US$) untuk mengurangi 1.081 juta ton karbon. Ini untuk merealisasikan Komitmen Paris (Paris Agreement) yaitu mencapai net zero emission.
Menurutnya, ini juga sejalan dengan komitmen dan salah satu prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni mengubah perekonomian Indonesia menjadi ekonomi hijau.
“Pembiayaannya sangat besar, estimasi saat ini US$ 247,3 billion untuk bisa mengurangi emisi sebesar 1.081 juta ton ekuivalen CO2,” ujarnya dalam webinar SAFE Forum 2021, Kamis (26/8/2021).
Menurutnya, penurunan emisi karbon di Indonesia sangat ditentukan oleh lima sektor utama. Pertama, kehutanan yang ditargetkan bisa turun emisinya 17% dan kedua, sektor energi dari transportasi yang ditargetkan turun 11%. Ketiga, sektor limbah 0,38% dan keempat, sektor pertanian 0,32% serta sektor industri ditargetkan turun emisinya 0,1%.
“Komitmen Indonesia untuk mencapai next zero emission pada tahun 2060 harus terus dilakukan secara konsisten. Untuk itu memang dibutuhkan tidak hanya kerja keras dan policy, tapi pendanaan. Bahkan pendanaan yang paling besar justru nanti akan terlihat pada strategi, energi dan transportasi yang tadi kontribusinya adalah 11%. Namun dia akan memakan dana yang sangat besar untuk memindahkan energi kita dari non renewable menjadi renewable,” jelasnya.
Lanjutnya, pembiayaan yang sangat besar ini tentu tidak bisa hanya dilakukan oleh APBN saja. Meskipun, sejak 2016 pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk menandai dimulainya komitmen climate change ini sebesar 4,1% dari APBN dalam periode 2016-2020.
Oleh karenanya, ia menilai perlu kebijakan untuk menurunkan emisi tanpa mengandalkan APBN. Apalagi, hingga tahun 2030 anggaran yang dibutuhkan mencapai US$ 266 triliun atau Rp 3.461 triliun.
“Kementerian lembaga kita selama ini baru menutupi 21% dari kebutuhan pendanaan untuk bisa mencapai komitmen Paris Agreement untuk 2060. Artinya kita perlu untuk memobilisasi dana yang berasal dari swasta baik domestik maupun Global. Untuk itu maka kita perlu memformulasikan kebijakan-kebijakan di bidang iklim investasi yang mampu untuk menarik lebih banyak investasi di dalam rangka untuk membangun tadi, sektor energi, sektor transportasi, sektor limbah dan bahkan di dalam menjaga kehutanan kita sehingga dia tetap bisa memenuhi target penurunan co2,” jelasnya.
Kebijakan yang telah dilakukan untuk menarik lebih banyak investasi adalah mempermudah aturannya melalui Omnibus Law Cipta Kerja. Ini dinilai akan sangat mempermudah untuk melakukan investasi di Indonesia.
“Tentu ini akan banyak memberikan dampak positif bagi Indonesia untuk bisa menarik investasi dan teknologi di bidang sustainable development, apakah itu green project maupun berbagai project-project baik untuk mitigasi maupun adaptasi,” kata dia.
“Indonesia berharap langkah-langkah ini akan bisa terus memenuhi komitmen pemerintah atau komitmen Indonesia secara kredibel. Kita juga menggunakan instrumen-instrumen fiskal kita seperti tax holiday, tax allowance dan juga fasilitas PPN yang berhubungan dengan green project yang bisa meningkatkan kemampuan Indonesia memenuhi komitmen di dalam menurunkan emisi CO2 nya,” tegasnya. (CNBC Indonesia)