Perkuad-media.id, BATAM – Pandemi COVID-19 memberikan tekanan yang luar biasa, utamanya bagi maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Di tengah upaya melakukan restrukturisasi utang, kini beredar kabar pesawat Garuda mulai ditarik oleh perusahaan penyewa armada atau lessor.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagyo, dalam akun facebook milik pribadinya, mengungkapkan hal tersebut. kumparan telah mendapat izin untuk mengutip postingan Agus.
Menurut Agus, kode panggilan (callsign) di pesawat Garuda kini berubah dari PK atau Indonesia menjadi VQ atau Bermuda. Agus menyertakan unggahan foto pesawat Garuda yang berubah kode tersebut.
“Apa artinya? Artinya pesawat yang disewa GA tersebut sudah dikembalikan atau diambil oleh lessor-nya karena GA menunggak leasing-nya,” tulis Agus.
Selain itu, lanjutnya, di Flightradar24 atau laman informasi penerbangan pesawat secara real time, Garuda juga nyaris tak terlihat. Hal ini lantaran maskapai pelat merah itu juga jarang terbang
“Sedihnya saya sebagai bangsa Indonesia karena our flag carrier RI megap-megap dan belum tahu apa langkah-langkah nyata dari manajemen dan pemerintah,” tulisnya.
Baca juga : Menkes RI: Corona 80% Sembuh Sendiri, tapi Perlu Tempat Isolasi
Adapun berdasarkan informasi yang diperoleh kumparan, foto pesawat Garuda yang berubah kode tersebut diambil di Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Saat ini, hanya ada 40 pesawat Garuda yang bisa dioperasikan. Sementara sisanya sudah di-grounded oleh lessor.
Sementara itu, Komisaris Utama Garuda Indonesia Triawan Munaf mengatakan bahwa pihaknya sudah mengetahui mengenai perubahan kode pada badan pesawat tersebut. Namun, ia menyerahkan penjelasan lebih lanjut pada pihak direksi.
“Sudah mengetahui. Silakan nanti ke manajemen untuk keterangan lebih lanjut ya,” kata Triawan.
Wakil Direktur Utama Garuda Indonesia, Dony Oskaria mengatakan bahwa pihaknya akan menyiapkan keterangan resmi mengenai hal tersebut.
“Nanti akan dijelaskan Corsec kita ya,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan permasalah terbesar yang dimiliki Garuda saat ini adalah banyaknya lessor perseroan terkait dengan kasus-kasus korupsi manajemen sebelumnya. Sehingga mau tidak mau, dia menyatakan akan negosiasi keras terkait pinjaman.
Meski diakui, ada juga lessor yang tak terlibat dalam kasus-kasus tersebut. Namun menurut Erick, biaya utang atau pinjaman yang harus ditanggung oleh Garuda Indonesia saat ini sangat mahal, sehingga negosiasi ulang menjadi prioritas.
“Di situ ada 36 lessor yang kita harus petakan ulang, mana lessor yang sudah masuk kategori dan bekerja sama di kasus yang sudah dibuktikan koruptif itu. Yang pasti akan kita standstill bahkan negosiasi keras,” kata Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (3/6).
Adapun utang Garuda hingga saat ini mencapai USD 4,5 miliar atau mendekati Rp 70 triliun. Kondisi itu membuat neraca keuangan perseroan insolven dan diperburuk dengan kerugian bulanan sebesar USD 100 juta.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo juga mengatakan bahwa pemerintah berupaya untuk melakukan restrukturisasi utang sebagai langkah penyelamatan Garuda. Namun menurutnya, langkah ini memiliki risiko dan dapat membuat maskapai pelat merah itu bangkrut.
Pria yang akrab disapa Tiko itu menuturkan, restrukturisasi utang itu memerlukan negosiasi dengan sejumlah pihak dan proses hukum yang kompleks. Sebab, sebagian besar lessor dan kreditur adalah pihak asing.
Namun demikian, dia menjelaskan bahwa proses restrukturisasi utang juga memiliki risiko gagal. Hal ini bisa saja terjadi jika ada kreditur yang tak menyetujui dan pada akhirnya melakukan tuntutan hukum terhadap Garuda Indonesia. Jika ini terjadi dan negosiasi tak mencapai kuorum, maka Garuda bisa mengalami kebangkrutan.
“Bisa terjadi tidak mencapai kuorum dan bisa jadi akan menuju kebangkrutan. Ini yang kami hindari sebisa mungkin dalam proses legalnya, karena harapannya akan ada kesepakatan dari seluruh kreditur untuk menyepakati restrukturisasi Garuda,” jelasnya.
Di kutip dari : Kumparan.com