Perkuad-media.id, BATAM – Ada fenomena baru di kalangan nasabah RI. Mereka tak lagi ramai-ramai mengunjungi Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Tren digitalisasi perbankan telah merubah perilaku nasabah bank. ATM sudah tidak lagi ramai antrian, karena nasabah memilih bertransaksi cukup dengan menggunakan teknologi digital, dari handphone atau perangkat teknologi lainnya.
Fakta ini diungkap Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri, Panji Irawan kepada CNBC Indonesia. Ia mengatakan saat ini nasabah tak lagi mengandalkan ATM untuk melakukan transaksi melainkan secara online, setidaknya di Bank Mandiri.
“Tren menunjukkan behaviour tak lagi menggunakan ATM, nasabah nyaman menggunakan aplikasi online,” ujarnya dikutip Sabtu (24/7/2021).
Bank Mandiri melalui aplikasi Livin’ by Mandiri membuktikan hal tersebut, di mana transaksi ATM tercatat lebih rendah. Kuartal pertama 2021, transaksi di ATM sebesar Rp 200 triliun lebih kecil dari transaksi di aplikasi yang mencapai Rp 341 triliun.
“Oleh karena itu saya katakan, Mandiri Livin dikembangkan. Dan menariknya lagi, kalau dilihat pengguna Mandiri Livin sejak launcing Maret jumlah downloader user active sudah mencapai 7,1 juta,” jelasnya.
Bank Mandiri sendiri menargetkan pengguna aplikasi tersebut akan terus meningkat. Bahkan, jumlahnya bisa mencapai 10 juta. Artinya, ini sesuai dengan tren digitalisasi yang berkembang saat ini.
“Total transaksi kuartal pertama tumbuh 39% senilai Rp 341 triliun. Tren berubah, melihat dari sisi e-commerce diperkirakan bisa berlipat 1,5 kali pada 2025,” katanya lagi.
Lalu mengapa ini terjadi?
Menurutnya, ini adalah salah satu tren yang dipercepat karena adanya pandemi. Masyarakat yang tetap di rumah memiliki pola yang berubah. Untuk itu, Bank Mandiri tak hanya berinvestasi untuk aplikasi.
“Tapi kami juga di middle office, back office, IT dan infrastruktur diperbaharui untuk mendukung digitalisasi,” sebutnya.
Meski begitu, sebagai upaya terus meningkatkan kenyamanan nasabah, Bank Mandiri telah menarik sebanyak 5.000 ATM yang berusia tua. Sehingga saat ini, ATM yang tersedia dan dimiliki oleh Bank Mandiri memiliki performa yang mumpuni karena usianya yang masih muda.
“Sehinggacomplainingturun,” pungkasnya.
Hal senada juga dirasa bank lain. Direktur IT & Operasi PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), Y.B Hariantono juga menyebutkan saat ini, perseroan juga mencatatkan kenaikan transaksi melalui digital banking.
Saat ini, tercatat 98% transaksi BNI sudah dilakukan melalui e-Channel, dan hanya 2% saja yang melalui kantor cabang.BNI mencatat, sampai dengan kuartal pertama 2021, di segmen konsumer, tercatat ada peningkatan pengguna mobile banking sebesar 58% dengan nilai transaksi meningkat 33%. Sedangkan, frekuensi transaksi di segmen konsumer naik 50%.
Di segmen korporasi melalui BNI Direct, tercatat ada peningkatan jumlah pengguna sebesar 24% dengan kenaikan nilai transaksi sebesar 22,7% dan frekuensi transaksi sebesar 140%.
“Artinya, penggunaan channel elektronik meningkat pesat untuk industri kita baik dari sisi konsumer maupun perusahaan. Kami melihat dari angka pertumbuhan sudah terjadi dan meningkat signifikan. Pandemi jelas mendorong, angka selama pandemi naik secara drastis,” kata YB Hariantono, dalam wawancara di program Money Talks, CNBC Indonesia.
Hariantono menilai, pandemi yang berlangsung lebih dari setahun ini menyebabkan terjadinya perubahan pengguna ke arah digital banking.
Kebiasaan ini diperkirakan juga akan terus berlanjut meskipun pandemi Covid-19 sudah berlalu.
“Kebiasaan orang sudah terbentuk, sudah menyukai channel ini, setelah pandemi kebiasaan orang akan tetap melakukan kebiasaan barunya, ini akan menjadi new habit. Sesuatu tren yang di-drive oleh pandemi,” ujar Hariantono.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan saat ini lebih dari 80% transaksi nasabahnya sudah dilakukan secara digital. Sedangkan transaksi menggunakan ATM saat ini terus mengalami penurunan.
Jahja menyebutkan saat ini nilai transaksi nasabah yang dilakukan di ATM tinggal 13% dari total transaksi yang terjadi.
“Iya betul ATM turun dan digital naik luar biasa. Digital sudah 80% lebih, ATM 13%,” kata Jahja kepada CNBC Indonesia, Jumat (23/7/2021).
Senada dengan Hartono, salah satu penyebab turunnya nilai transaksi yang dilakukan di ATM, adalah adanya pandemi Covid-19 yang sudah terjadi sejak tahun lalu.
Namun demikian, adanya ATM saat ini juga masih dibutuhkan oleh nasabah, sehingga BCA masih tetap akan melakukan penambahan jumlah ATM. Terutama untuk mesin yang bisa melakukan setor dan tarik tunai.
Sebenarnya sudah sejak lama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan bank agar segera bertransformasi ke digital karena nasabah membutuhkan layanan itu. Bila tidak mau berubah bersiaplah ditinggal nasabah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan saat ini banyak nasabah yang lebih nyaman bertransaksi digital ketimbang ke kantor cabang.
“Mau tidak mau bank harus siap, kebutuhan para nasabah sudah seperti itu, kalau tidak siap akan ditinggal nasabah,” ujarnya.
Untuk memberikan layanan digital yang berbasis teknologi, perbankan membutuhkan modal yang besar karena kesiapan transformasi membutuhkan permodalan cukup kuat untuk teknologi, dan sumber daya manusia andal.
“Kita mensyaratkan bank baru bermodal Rp 10 triliun untuk melayani layanan digital,” terangnya.
Untuk memberikan layanan digital yang berbasis teknologi, perbankan membutuhkan modal yang besar karena kesiapan transformasi membutuhkan permodalan cukup kuat untuk teknologi, dan sumber daya manusia andal.
“Kita mensyaratkan bank baru bermodal Rp 10 triliun untuk melayani layanan digital,” terangnya.(CNCB Indonesia)