Perkuad-media.id, BATAM – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai konflik yang menimpa BEM Universitas Indonesia (UI) membuktikan program Kampus Merdeka yang dicanangkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim hanya retorika.
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan seharusnya dengan Kampus Merdeka, Kemendikbudristek turut memastikan kemerdekaan berpendapat mahasiswa di kampus terjaga. Namun, kata dia, hal tersebut tidak terbukti di lapangan.
“Kalau saya lihat jargon merdeka-merdeka pak menteri masih retorika. Di lapangan masih nol. Seperti yang tadi, kasus yang disebutkan (kasus BEM UI) menunjukkan bahwa kampus enggak mendorong ke arah situ,” kata Ubaid ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (28/6).
Kampus Merdeka merupakan salah satu program yang menjadi bagian dari Merdeka Belajar. Merdeka Belajar merupakan pendekatan pendidikan yang dibuat Nadiem, dimana kegiatan belajar mengedepankan kebebasan bagi peserta didik.
Pada program Kampus Merdeka, Nadiem memberikan sejumlah opsi belajar di luar kampus yang bisa dilakukan mahasiswa. Melalui program itu, mahasiswa bisa melakukan pertukaran pelajar, riset, magang, hingga mengajar di luar kampus hingga dua semester.
Ubaid menilai Kemendikbudristek seharusnya tegas memastikan iklim kebebasan akademik dan berpendapat di kampus terjamin melalui Kampus Merdeka.
Sementara pada kasus-kasus penekanan kebebasan berpendapat yang terjadi di kampus selama ini, Ubaid tidak melihat upaya pembelaan terhadap kebebasan mimbar akademik dari pemerintah.
Menurutnya, Kampus Merdeka yang dibuat Nadiem hanya terpaku pada metode belajar, sementara tidak memberikan solusi terhadap masalah kebebasan berpendapat di kampus.
“Seharusnya [Kampus] Merdeka diletakkan bukan hanya sebagai tool (alat). Tapi bagian dari tujuan yang ingin disampaikan. Karena itu ketika ada pembelengguan terhadap gerakan kritis di level kampus, tidak dianggap menghambat kemerdekaan. Padahal itu kemerdekaan,” tutur Ubaid.
Ubaid menduga dalam hal ini Nadiem salah memposisikan tujuan dan implementasi programnya di lingkup pendidikan tinggi. Ia pun mempertanyakan pemahaman Nadiem terhadap kebijakan yang ia buat.
Lebih lanjut dalam kasus yang dihadapi BEM UI, Ubaid menyarankan kampus tidak represif menindak mahasiswanya. Ia mengatakan Kemendikbudristek harus mendorong dialog dan mimbar kebebasan akademik sebagai solusi untuk menuntaskan kasus tersebut.
Sebelumnya, pengurus BEM UI dipanggil Direktur Kemahasiswaan UI Tito Latif Indra setelah mengunggah konten berisi kritik terhadap Presiden Joko Widodo, Minggu (27/6).
Dalam unggahan di media sosial, BEM UI menjuluki Jokowi dengan sebutan The King of Lip Service atau Raja Pembual. Julukan itu diberikan karena Jokowi dinilai sering mengobral janji manis yang kerap tidak direalisasikan.
“Saya tadi mengikuti pertemuan tersebut bersama wakil saya, bersama ketua DPM dan wakil ketua DPM. Pihak UI meminta keterangan dari kami, mengapa posting itu, tujuannya apa, dan kami jelas juga di situ,” kata Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra, Minggu (27/6).
Sementara di hari yang sama, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman melalui akun Twitternya menyinggung aktivitas mahasiswa UI. Ia mengatakan pihak kampus harus bertanggung jawab atas aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswanya.
Di kutip dari CNNIndonesia.com