Perkuad-media.id, BATAM – UU memberikan mandat bagi Polri untuk menegakkan hukum, termasuk dalam bidang lalu lintas di jalan hingga merazia masyarakat. Lalu, apakah ada SOP bagi polisi dalam bertugas tersebut?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik’s Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com :
Saya mewakili teman-teman akan menanyakan hal-hal yang sering kami jumpai.
Bolehkah polisi merazia dan menilang pelanggar lalu lintas apabila aturan-aturan dalam merazia/ operasi tidak sesuai SOP?
Terima kasih.
Untuk menjawab masalah di atas, tim detik’s Advocate meminta pendapat hukum dari advokat Eliadi Hulu.,SH. Nama Eliadi dikenal publik saat mengajukan judicial review UU Lalu Lintas dan Jalan ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal kewajiban menyalakan lampu bagi pemotor di siang hari. Dalam permohonan itu, Eliadi Hulu menyentil Presiden Jokowi yang tidak menyalakan lampu saat memakai motor kala kampanye pada 2019 silam.
Kewenangan kepolisian dalam merazia dan menilang masyarakat pelanggar lalu lintas diatur dalam Pasal 265 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas. Razia kendaraan ini antara lain meliputi pemeriksaan kelengkapan surat-surat kendaraan, seperti:
- Surat Izin Mengemudi,
- Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor,
- Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor,
- Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor.
Oleh karena itu, secara yuridis petugas kepolisian dapat melakukan razia lalu lintas dan dapat melakukan penilangan apabila surat-surat atau kelengkapan kendaraan bermotor tidak lengkap.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika kepolisian dalam melakukan razia atau penilangan tidak sesuai SOP?
Menurut Pasal 15 PP 80/2012 tetang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa petugas kepolisian yang melakukan operasi (razia) wajib dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas.
Bilamana petugas kepolisian tidak dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas maka razia tidak sah dan orang yang dirazia berhak menolak untuk diperiksa. Selain itu masyarakat berhak untuk meminta agar petugas kepolisian menujukan Surat Perintah Tugas tersebut.
Selain itu Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK Nomor 60/PUU-XIX/2021 menyatakan bahwa masyarakat berhak menolak dan mengingatkan petugas kepolisian apabila dalam proses pemeriksaan tersebut terdapat tindakan-tindakan yang merendahkan harkat dan martabat orang yang diperiksa. Misalnya dibentak, disuruh push up, dipukuli, atau tidak diperlakukan selayaknya.
Selain itu jika petugas kepolisian melakukan perekaman yang bertujuan untuk ditayangkan di media dan orang yang diperiksa merasa bahwa perekaman tersebut merendahkan harkat dan martabatnya, maka orang yang diperiksa berhak untuk menolak direkam.
Berikut salah satu pertimbangan putusan MK tersebut:
Semua kewenangan Kepolisian yang diatur dalam Pasal 16 UU 2/2002 tetap tunduk pada batasan-batasan yang diatur dalam peraturan perundang- undangan. Terlebih lagi, dalam Pasal 19 ayat (1) UU 2/2002 diatur secara tegas bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Kepolisian senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pasal 34 UU 2/2002 juga menegaskan bahwa sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kepolisian juga memiliki Standar Operasional Prosedur, aturan disiplin, dan Peraturan Kapolri dalam pelaksanaan tugas, di mana setiap aparat Kepolisian terikat pada semua peraturan tersebut. Dan jika melanggar peraturan maka aparat yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkannya baik secara hukum, moral, maupun secara teknik profesi dan terutama hak asasi manusia.
Sebagai pedoman hidup Kepolisian juga memiliki Tri Brata dan Catur Prasatya yang merupakan sumber nilai Kode Etik Profesi Kepolisian yang mengalir dari falsafah Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga harus tercermin pada aparat Kepolisian RI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Komitmen untuk memperhatikan hak asasi manusia dalam pelaksanaan tugas Kepolisian disebutkan dalam Penjelasan Umum UU 2/2002 pada pokoknya menyatakan perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia sangat penting karena menyangkut harkat dan martabat manusia.
Demikian jawaban dari kami. Semoga bisa memberikan pencerahan.
Terima kasih
Eliadi Hulu,S.H
Advokat
Sumber: Detik’s Advocate
Editor: Lius Beda Kian