Perkuad-media.id, Batam – Paska demo besar2an di BP Batam yang mengakibatkan kaca kantor BP Batam porak poranda dan sedikitnya 43 massa pendemo ditahan di Polresta Barelang maupun Polda Kepri masih ada PR panjang yang segera harus diselesaikan secara bijak oleh para pemangku kepentingan dengan tokoh2 Melayu setempat (tokoh Melayu Rempang khususnya).
Kerusakan yang diakibatkan oleh massa demo kemarin di kantor BP Batam tidaklah seberapa jika dibandingkankan dengan “rusak” dan “sakitnya” hati masyarakat Rempang yang sudah diperlakukan sewenang-wenang oleh para pemangku kepentingan.
Benar, kata bapak presiden bahwa KOMUNIKASI YANG JELEK menjadi penyebab kekisruhan ini terjadi.
Jelas2 masyarakat Rempang sangat wellcome dengan investasi didaerahnya, tapi tolong hargai mereka, ajaklah mereka berbicara dari hati ke hati jangan serta merta mereka harus dipaksa keluar dengan janji2 yang masih sangat samar, seperti tanah yang semula berukuran 200 m berubah menjadi 500 m misalnya.
Terkesan bahwa sebenarnya pemerintah sendirilah yang agak lamban bergerak. Belum tersedianya lahan dan rumah yang dijanjikan, tetapi masyarakat dipaksa keluar dari tanah tumpah darah mereka yang sudah mereka diami turun temurun.
Sangat perlu digaris bawahi bahwa jangan sampai JANJI MANIS BP Batam (pemerintah) ini hanya sebagai pemanis dan angin surga saja
Sekarang semua sudah terjadi, masyarakat Rempang trauma oleh gas air mata yang sudah mereka alami dan rasakan, porak porandanya kantor BP Batam, ditangkap dan ditahannya para pendemo menjadi catatan kelam tersendiri.
Saatnya kini semua yang berkepentingan, termasuk saudara2 kita masyarakat Rempang kita sama2 cooling down dahulu.
Setelah kejadian pilu ini maka SAATNYA PEMERINTAH HARUS MEMBUKA HATI UNTUK BERDIALOG DENGAN MASYARAKAT REMPANG. MASYARAKAT AKAN MEMBUKA HATI UNTUK MUSYAWARAH MUFAKAT BILA PENDEKATAN BUDAYA DAN KEMANUSIAAN DIKEDEPANKAN.
Pendekatan dengan kekerasan sejauh mungkin dihindari agar semua pihak merasa puas, dan tak merasa tertekan satu sama lain.
Narasi bahwa “biar langit runtuh, Rempang tetap tak boleh direlokasi” adalah narasi ekspresi ketidak puasan atas sikap pemerintah seolah olah pemerintah tidak memperhatikan adat dan budaya Melayu sebagai pendekatan awal. Masyarakat Melayu saya sangat yakin bahwa mereka juga akan mengapresiasi pemerintah bila juga pemerintah memperhatikan kata pepatah “dimana bumi di pijak di situ langit di junjung”.
Sudah merupakan keniscayaan bahwa kita perlu berkembang dan membangun diri terus menerus.
Hentikan narasi2 yang saling menyalahkan, mempertahankan keegoisan kita maupun kelompok kita dengan tetap saling gontok2an.
Sampai kapan akan berakhir.
Ditambah lagi bahwa tak bisa dipungkiri ada banyak pihak yang menjadikan kasus Rempang ini sebagai sarana menunjukkan keeksistensian diri maupun kelompok.
Sudahlah, fokus pada kepentingan dan hak2 warga masyarakat Rempang agar mereka jangan sampai menjadi korban sia2 dari sebuah investasi yang mencengangkan ini.
“Kemanuasiaan” masyarakat Rempang menjadi fokus untuk dipertahankan sebagai martabat kehidupan itu sendiri.
Kehadiran sebuah investasi hendaknya berdampak positif bagi martabat kemanusiaan dan kehidupan itu sendiri, bukan malah sebaliknya.